'Menulis Serius': Menemani Saudara di Pinggir Alas

Tulisan pendek yang 'kurang berisi', tentang sekilas, iya sekilas, bagaimana upaya agar saudara-saudara kita yang menguntai kisah di sekitar hutan konservasi agar lebih berdaya dan lebih merasa nyaman hidup di sekitaran hamparan yang konon dulu dianggap kawasan haram. ‘Kurang berisi’ dan ‘sekilas’, karena tulisan ini hanya mengulas sedikit kulitnya, kalopun ada yang sedikit detail, untuk pemanis saja. Karena memang panjang tulisan dijatah tidak lebih dari 4 halaman di Majalah Rimbawani. Karena memang dibuat agak kesusu, bukan kesikut, beradu deadline tim redaksi majalah itu. Karena memang kapasitas saya belum mampu mengupas lebih dalam lagi. Sepertinya alasan terakhir ini yang paling pas…😗

Jujur, bukan kacang ijo, sedih kalo masih dengar orang yang meng-klaim udah memberdayakan masyarakat ketika hanya sekedar ngasih bantuan aja, abis itu plassshh…ditinggal mingg*t. Pengin rasanya saya ngeplak ndhase. Jangankan ‘ngopi bareng’, kenal aja nggak. Lha kok nggak pake nanya-nanya tiba-tiba ngasih barang, hanya demi realisasi anggaran atau 'titel' bahwa telah melakukan 'pemberdayaan masyarakat'. Ya kalo barang itu kepakai. Kalo nggak? Paling-paling cuma akan menuh-menuhin gudang kantor balai desa, teronggok, karatan, lemas, sedih, pilu….😢. Beneran deh, yang kayak gini bener-bener bertentangan dengan titah Bu Tejo, "Jadi orang itu mbok yang solutip...".

Semoga yang seperti itu sekarang udah nggak ada lagi.

Continue reading 'Menulis Serius': Menemani Saudara di Pinggir Alas