Entah sudah berapa puluh tahun festival ini diadakan oleh Pemda Jogja, yang jelas kompetisi adonan drama-tari-musik ini sudah
menjadi canduan tahunan semenjak saya masih di eSDe... Kecintaanku pada
wayang orang (karena ada Gatutkaca yang bisa terbang dan Werkudara yang jadi
guede banget - era TVRI di tahun 80an) merembet pada kesukaan saya menikmati
sendratari.
Umur 8 tahun, pertama saya diajak Bapak ke Kepatihan
(komplek Pemerintahan Jogja di deket Malioboro) buat nonton sendratari secara
LIVE...!!! Woww...!!! "Komplikasi" akut antara pribadi nan ndeso, lugu, dan sedikit kuper mau nggak mau
memaksaku untuk membiarkan mulutku terngang melihat kemegahan pendapa,
warna-warni mencolok para penari, dan musik
gamelan yang indah, sekalipun memekakkan telinga. Ya saya akui, mulut saya ternganga mangap cukup lebar saat itu....
gamelan yang indah, sekalipun memekakkan telinga. Ya saya akui, mulut saya ternganga mangap cukup lebar saat itu....
Show perdana (di depan hidungku) inilah yang mencandu Bani
kecil untuk selalu menodong Bapak buat memboncengkan saya di atas jok Yamaha 75-nya
yang sudah sedikit sobek menuju kantor Pak Gubernur itu, setiap tahunnya. Ya setiap tahun. Memang, perlu perjuangan berat
untuk anak sekecilku (yang memang berbodi kecil - sehingga ketika SMP banyak teman panggil saya 'Promina') agar bisa melihat dengan jelas para seniman penjaga budaya Jawa itu beraksi. Kerumunan orang-orang bermuka penasaran wajib ditembus agar
dapat tempat duduk di depan, atau kalau tidak, berangkat dari rumah sebelum
maghrib untuk dapat mengorder tempat duduk terdepan.
Keasyikan seperti itu berlanjut terus, sampai dengan tahun
2004 dimana kemudian aku harus berpetualang dari Negeri Kincai, Tanah Rencong,
Tanah Batak, sampai dengan di Kota Hujan dan Bintaro, tempat tinggal aku dan
anak istriku sekarang.
November 2012, 9 tahun setelah terakhir aku nonton festival
ini, aku tersempatkan menikmatan keasyikan tanpa tara itu lagi. Ya Festival
Sendaratari antar Kabupaten se-DIY digelar di
Pendopo SMKI, cuma 500 meter dari rumah. Ahhhaa...!!!
Pendopo SMKI, cuma 500 meter dari rumah. Ahhhaa...!!!
Berbekal tas cangklong berisi kamera, aku datang awal ke pendopo megah itu dan duduk di kursi paling depan. Tampak gagah aku di situ...menurut pendapatku sendiri...(hiks..). Tak berapa lama kegagahan versiku itu hilang lenyap saat datang Pak Satpam berkumis tipis yang dengan ramahnya menyuruhku beringsut dari kursi itu karena ternyata kursi-kursi yang sebenarnya tidak empuk itu memang hanya untuk tamu undangan. Tet tooottt...!!!
Nggak masalah! Dengan berbekal kamera butut, aku merasakan dosis
ke-PD-anku meningkat beberapa derajat dari sebelumnya. Dan aku nekad duduk manis lesehan justru
di depan para undangan vi-ai-pi, dengan niat pasrah bila diusir satpam saya akan manut saja... (tapi ternyata
sampai berakhirnya acara malam itu aku aman-aman saja berlesehan di tempat yang
sebenarnya area 'haram' itu...).
Pertunjukan segera dimulai. Kamera dikeluarkan dari
kandangnya, dan lensa siap-siap dipasang, dan... Jleengggg...! Yang aku bawa lensa fix
makro..!!! Kesalahan terulang lagi yang kedua kalinya. Iki kepiye...? Wis yoben...sing penting iso nonton sendratari nang ngarep dhewe. Dan kata bu guru bahasa inggeris saya, "the show must go on..!". Itu kata ajaib kalo memang lagi kepepet...
Acara dimulai. Pose mulut ini saya perkirakan sama persis
dengan yang terjadi 25 tahun yang lalu. Ya waktu pertama diajak Bapak ke Kepatihan...tetap
ternganga melihat para penari yang semakin berwarna dan musik yang makin
menggelora. Wooww..!!!
Butuh waktu sekitar 5 menit untukku memulai memotret karena ketakjuban itu. Sumpah, saya yakin, waktu itu saya nggak ganteng sama
sekali...
0 comments:
Posting Komentar